Jus Nanas Kue Lapis’ Segera Tayang di JAFF dan Vsion+
Industri perfilman Indonesia kembali menghadirkan karya unik yang tidak hanya menyegarkan, tetapi juga menyentuh sisi humanis dan budaya masyarakat
Film pendek berjudul Jus Nanas Kue Lapis menjadi salah satu sorotan utama dalam perhelatan Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) tahun ini, sekaligus akan ditayangkan secara eksklusif di platform streaming Vision+.
Dengan judul yang terkesan ringan dan jenaka, Jus Nanas Kue Lapis justru menyimpan makna mendalam yang merefleksikan lapisan-lapisan kehidupan manusia
khususnya di tengah tekanan sosial, keluarga, dan pencarian jati diri. Film ini digadang-gadang sebagai salah satu film pendek paling menjanjikan dalam festival tahun ini.

Sinopsis Film Jus Nanas Kue Lapis
Film Jus Nanas Kue Lapis mengisahkan kehidupan seorang gadis remaja bernama Sinta, yang hidup bersama ibunya di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Sinta adalah anak tunggal dari seorang janda pekerja kantin sekolah. Keseharian mereka tampak biasa saja—penuh keterbatasan, tapi hangat dan penuh tawa. Namun di balik kesederhanaan itu, Sinta menyimpan kegelisahan tentang masa depannya dan peranannya sebagai seorang perempuan muda di masyarakat yang masih memegang teguh norma-norma konservatif.
Kisah mulai berkembang saat Sinta memutuskan untuk mengikuti lomba masak kreatif di sekolahnya. Ia ingin membuat menu unik yang merepresentasikan dirinya: jus nanas dan kue lapis. Kombinasi ini, menurutnya, adalah simbol dari keberanian dan kompleksitas perasaan yang ia miliki. Namun, perjuangannya tidak mudah. Selain menghadapi teman-temannya yang mencemooh pilihannya yang dianggap aneh, ia juga harus berhadapan dengan tekanan dari ibunya yang menginginkan Sinta menjadi “anak normal” yang tidak banyak tingkah.
Tema Cerita yang Dalam dan Relevan
Meski dikemas dalam durasi pendek sekitar 20 menit, Jus Nanas Kue Lapis menyuguhkan narasi yang sarat makna. Isu-isu seperti body image, standar kecantikan, relasi ibu dan anak, serta identitas diri perempuan menjadi benang merah dalam film ini.
Yang menjadikan film ini berbeda adalah caranya mengangkat tema-tema berat dengan ringan, jenaka, dan tidak menggurui. Setiap adegan dipenuhi simbolisme makanan yang merepresentasikan karakter dan emosi para tokohnya. Kue lapis, misalnya, menjadi representasi dari kehidupan sosial yang berlapis-lapis dan tak selalu mudah untuk dimengerti. Sementara jus nanas menggambarkan karakter Sinta yang berani, asam-manis, dan penuh kejutan.
Visual yang Artistik dan Estetis
Film ini disutradarai oleh Larasati Widya, sineas muda yang sebelumnya dikenal lewat karya film pendek Gelas Retak yang masuk nominasi di Singapore International Film Festival.
Dalam Jus Nanas Kue Lapis, Larasati kembali menunjukkan kepiawaiannya dalam memadukan estetika visual dengan narasi sosial.
Setiap frame dalam film ini dirancang seperti lukisan. Warna-warna pastel, pencahayaan lembut, dan komposisi simetris menjadi gaya khas yang memperkuat kesan manis namun sarat emosi.
Adegan di dapur, kantin sekolah, dan pasar tradisional menjadi latar yang bukan hanya memperkuat nuansa lokal, tetapi juga membawa penonton menyelami keseharian masyarakat kecil di Indonesia.
Kostum dan properti pun dipilih dengan cermat untuk menonjolkan kepribadian para tokohnya. Misalnya, busana Sinta yang penuh warna mencerminkan keunikan dan keberaniannya melawan arus.
Performa Akting yang Kuat dan Natural
Tokoh utama Sinta diperankan oleh Nayla Putri, aktris remaja yang sebelumnya bermain dalam beberapa serial pendek di YouTube.
Penampilannya sebagai remaja yang pemberani dan penuh rasa ingin tahu benar-benar mencuri perhatian.
Peran sang ibu dimainkan oleh Ratu Sari Pranata, aktris senior yang sering bermain di panggung teater.
Ratu Sari menampilkan sosok ibu yang tegas namun rapuh, keras namun penuh cinta, menjadikan karakter ibunya terasa nyata dan menyentuh.
Interaksi antara Sinta dan ibunya merupakan kekuatan utama dari film ini. Dialog yang minim, namun penuh ekspresi wajah dan bahasa tubuh
memperlihatkan bagaimana cinta dalam keluarga sering kali tersembunyi di balik pertengkaran dan tekanan sosial.
Tayang Perdana di JAFF 2025
Jus Nanas Kue Lapis menjadi salah satu film pendek pilihan yang akan diputar di Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) tahun 2025.
JAFF merupakan ajang film prestisius di Asia Tenggara yang menampilkan karya-karya terbaik dari sineas Asia.
Dipilihnya film ini dalam kategori Light of Asia menunjukkan bahwa Jus Nanas Kue Lapis tidak hanya memiliki kualitas visual dan cerita
tetapi juga dianggap relevan dalam menggambarkan semangat sinema Asia yang reflektif dan progresif.
Dalam sesi khusus pemutaran film ini, sang sutradara Larasati Widya dijadwalkan akan hadir bersama para pemain utama dan tim produksi untuk berdiskusi langsung dengan penonton dan komunitas film.
Tersedia di Vision+: Jangkauan yang Lebih Luas
Setelah diputar di JAFF, Jus Nanas Kue Lapis akan tersedia secara eksklusif di platform streaming lokal Vision+, sehingga menjangkau audiens yang lebih luas, terutama generasi muda.
Kerja sama dengan Vision+ memungkinkan film ini dinikmati oleh penonton di seluruh Indonesia, bahkan luar negeri. Dengan kualitas gambar HD dan subtitle multi-bahasa, film ini dipastikan akan mendapat tempat di hati penonton lintas generasi dan budaya.
Pihak Vision+ menyampaikan bahwa kehadiran film seperti menunjukkan komitmen mereka untuk terus mendukung film pendek Indonesia yang berkualitas dan penuh nilai.
Fakta Menarik tentang Film Jus Nanas Kue Lapis
-
Judul yang Tidak Biasa
Judul Jus Nanas Kue Lapis diambil dari ide asli sang sutradara yang ingin menggambarkan kepribadian kompleks karakter utama dalam dua makanan khas Indonesia yang kontras. -
Proses Syuting Hanya 7 Hari
Meski terlihat sangat detail dan artistik, film ini hanya disyuting dalam waktu satu minggu di Kota Salatiga dan sekitarnya. -
Menggunakan Pemeran Lokal
Hampir seluruh aktor pendukung dalam film ini adalah warga lokal yang sebelumnya belum pernah bermain film. Ini menambah nuansa otentik dalam setiap adegan. -
Didanai Lewat Program Inkubasi Film Pendek
Jus Nanas Kue Lapis merupakan hasil dari program pendanaan film pendek yang diselenggarakan oleh lembaga kebudayaan Indonesia dan mitra internasional. -
Respons Positif dari Festival Pra-Tayang
Dalam sesi pemutaran terbatas di Jakarta, film ini mendapat standing ovation dari para penonton dan undangan.
Baca juga:Day of the Soldado, Aksi Agen CIA Melawan Kartel Narkoba
Penutup
bukan sekadar film pendek biasa. Ia adalah karya penuh warna yang mengangkat kisah lokal dengan pesan universal
. Melalui cerita sederhana tentang seorang gadis dan pilihannya, film ini mengajak kita merenung tentang keluarga, identitas, keberanian, dan keindahan dalam perbedaan.
Dengan tayangnya di JAFF dan Vision+, film ini membuka ruang apresiasi yang lebih luas bagi sinema pendek Indonesia.
Bagi Anda pecinta film dengan rasa lokal yang kuat dan pesan yang dalam adalah tontonan yang tak boleh dilewatkan.